Hari ini aku pergi jalan – jalan ke Bandung. Aku berangkat dari rumah jam eman lewat dikitlah, aku dianterin sama Agus saudaraku. Setelah sampai aku ketemu Ria didepan sekolahan langsung aja aku kerumah Kiki.
“ Nur mana, Ya ? “, tanyaku.
“ ga tahu dia ga datang kerumah gw “, katanya bingun.
“ tadi malam dia telpon gw katanya besok dia kerumah lo dan gw bilang jam setengah tujuh harus sampai rumah Kiki “, jelasku padanya.
Aku masuk dan bersalam pada orang tuanya Kiki tapi Kiki sedang mandi dan Ria pulang untuk nungguin Nur, tetapi waktu aku keluar Ria dan Nur sedang jalan kearah rumah Kiki. Kami ngobrol dan tak lama Paul datang tak lama lagi Mia datang. Setelah itu Kiki keluar dan makan diluar setelah itu kami berangkat ternyata ketemu Gendom di depan sekolahan. Kami berangkat dengan rasa senang ternyata setelah sampai katanya tinggal kami yang ditunggu.
“ eh lo pada ditungguin tau “, kata Sandra yang dari tadi menunggu kami.
“ mang yang lain da datang “, tanyaku.
“ udah tinggal lo “, jawabnya.
“ oh “, jawab Nur.
“ kita duduk dimana ? “, tanyaku.
“ tuh disitu “, tunjuk Sandra.
“ Nur temenin gw donk “, kata Mia karena duduk sendirian.
Kami duduk dan Mia duduk dengan guru Tata Negara Bu Mur namanya.
“ udah temenin ibu disini “, kata Bu Mur.
Saat waktu aku bertiga sedang cerita Pak Yadi guru Matematika.
“ bawa makanan banyak ga “, tanya Pak Yadi.
“ ga “, jawab kami serentak.
“ saya deket kamukan saya kirain bawa makanan banyak “, ledek Pak Yadi.
Kami kembali terdiam lalu aku menengok kebelakang dan bertanya sama Mia.
“ mang bener dia diduain ya ? “, tanyaku.
“ ya “, jawabnya singkat.
“ dah lama ya ? “, tanyaku lagi.
“ ya udah ada sebulan “, jawabnya.
“ ohh “, aku membulatkan bibir.
Kami berangkat dan sembari menunggu wali kelasku Bu Yayu, kami berhenti dilenteng untuk membeli aqua gallon dan menunggu wali kelasku. Beberapa saat Bu Yayu sudah berada dalam, semua anak yang berada di mobil bersorak.
“ hu…………. “, dengan serentak.
“ Ibu pulang nih “, jawab Bu Yayu.
“ ya gitu aja ngambek “, aku berkata.
“ biarin “, jawab Bu Yayu.
Setelah itu BuYayu membagi – bagikan kue dan aqua, ya seperti biasanya Pak Sule dengan wajah bertekuk. Aku hanya bisa melihatnya, sesaat aku menengok kebelakang aku melihat Rahmad dan dia tersenyum padaku.
“ cape “, katanya dari jauh.
“ mang datang jam berapa ? “, tanyaku.
“ jam eman “, jawab Rahmad sambil memberitahu dengan jarinya.
Ya udah aku kembali keposisiku semula dan ngobrol berasama teman – temanku.
“ Nur, Ariekan diduain ma cewenya ! “, kataku.
“ Iya “, jawabnya.
“ Rahmad jaga da putus ma Indah “, kataku lagi.
“ kasihan banget “, katanya.
Kami bertiga kembali ngobrol seperti biasa dan saat Nur mendengar itu dia hanya bisa tersenyum padaku. Dan sesaat aku menengok kebelakang dan senyuman itu datang lagi dan kenangan pun muncul, aku diam sejenak, menutup mata aku pun tertawa sendiri. Untuk menghilangkan kejenuhan aku membaca novel yang ku bawa. Aku baca dan ternyata jenuh banget. Aku minta obat antimo karena aku tidak biasa menggunakan ac. Saat perjalanan aku hanya bisa terdiam, aku mendengar suara dari belakang yang tak asing bagiku perlahan aku menengok ternyata Arie aku reflek kembali keposisiku. Lalu aku ngobrol dan Wali kelasku dulu bilang.
“ Astri mau nikah “, katanya.
“ ma siapa ? “, tanyaku reflek.
“ ma Paul “, jawabnya.
“ ahh “, aku sangat kaget.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar lelucon itu. Kala bis berhenti aku turun untuk buang air kecil. Disana aku lihat Pak Kholid juga ada.
“ bawa uang ga ? “, tanyanya sambil mengeluarkan uang dua ribu.
“ bawa “, jawabku.
“ ya masa dah dikeluarin dimasukin lagi “, tambahku saat melihat Pak Kholid memasukan uangnya.
Tapi setelah aku berkata uang yang tadi dia berikan padaku dan aku menunggu giliran kebelakang. Setelah selesai aku naik bis dan duduk disamping Mia yang dari tadi sendirian. Aku duduk bertiga dengan Gendon yang sibuk dengan Koran bola yang baru dipijam dari Bu Mur. Aku memainkan Hpnya Mia tetapi sesaat aku melihat kebelakang dan melihat Rahmad tetap dibelakangku. Dia tersenyum padaku dan aku balik tersenyum. Sahabatku asyik mengobrol dengan Berlin yang baru pindah kedepan. Aku asyik ngobrol sesaat aku tertidur dan aku tak tahu Paul sudah ada disampingku. Aku bercerita apa yang tadi Pak Kholid omongin.
“ Ul, masa gw katain mau nikah ma lo “, kataku.
“ kata siapa ? “, tanyanya.
“ kata Pak Kholid “, jawabku.
Paul langsung kearah Pak Kholid dan berkata.
“ Pak jadi ga “, katanya.
“ kamu mau “, jawab Pak Kholid.
“ Bapak jadi saksi ya “, kata Paul.
“ bearti besok bawa roti ayam “, jawab Pak Kholid.
Setelah bercanda selesai aku pindah keposisi semula dan aku hanya bisa melihat pemandangan keluar dan aku hanya bisa terdiam.
Aku duduk dipinggir Subbahanallah begitu indahnya alam diluar sayang hujan rintik membahasahi dedaunan. Kami sudah sampai di Tangkupan perahu, tetapi kami makan siang dahulu dan setelah itu aku, Nur dan Adi mencari mushola untuk sholat. Setelah itu aku turun dan menaruh tas dibis lalu kami naik keatas dengan mobil yang kabnya terbuka sangat disayangkan hujan membasahi jilbab biru dongkerku yang terasa amat lembab aku, Nur, Ria, Adi, Mia mencari tempat teduh kami akhirnya bergabung dengan guru diatas kami bercanda tawa kemudian Nur memainkan kameranya.
Aku bercanda dengan Rahmad lalu aku berfoto dengannya walaupun hujan deras dia sangat perhatian denganku.
“ Tri kan basah yang belakang “, kata Pak Kholid.
Akupun tersenyum.
“ kesinian “, kata Rahmad.
Mungkin kaget mendengar itu tapi aku tersenyum manis padanya sambil berjalan kedepan dia.
“ udah dikasih tempat malah disitu “, bentak dia.
“ iya iya “, jawab pelan.
Lalu aku bergeser kearah belakang tembok dan mulai ngobrol.
“ kemarin gimana lanjutannya ? “, tanya Rahmad.
“ yang mana “, tanyaku balik.
“ yang di rumah Kiki “, katanya.
“ ya lo gimana “, kataku.
“ ya kalo gimana ? “, tanya Rahmad.
“ kok ditanya malah balik tanya “, jawabku sewot.
Selagi ku bercanda dengan Rahmad yang dari tadi memperhatikan kami dia ingin mengabil fotoku dengan Rahmad.
“ Tri lo mau difoto ma Pak Kholid “, kata Nur.
Aku hanya bisa tersenyum. Aku menunggu redanya hujan dan sesaat aku mencari Rahmad dan dia hilang bagai ditelan bumi. Hati kembali meragu tuk bersamanya. Hujan pun telah reda aku dan teman – temanku serta guruku berlari kearah mobil seperti berangkat tadi. Siapa sangka aku duduk membelakangi Arie tapi disaat aku mencari Rahmad tak kudapati tetapi dia dimobil lain yang tetap tersenyum padaku.
Sebenarnya ingin sekali foto berdua dengan Rahmad tapi apa daya saat kuterbangun aku sudah sampai di tempat semula dan aku ingin aku naik bis karena hujan semakin deras. Aku duduk bersama temanku dan aku kembali melamun.
“ Tri, jadi ga foto ma Arie “, tanya mia yang membuyarkan lamunanku. Kemudian Arie berjalan kearah aku dan duduk disampingku. Mia mengambil hp dan memotret kami
“ Nur sekalian “, kataku.
Nur pun memotret kami. Aku kembali terdiam dan aku mencari Rahmad, saat itu bis masih sepi ingin duduk disampingnya apa daya hati tak ingin memihak siapapun. Beberapa saat Arie dan Mia kembali duduk disampingku dan ingin ku pindah tapi sahabatku melarangku tuk bergabung.
“ Nur gw disitu “, kataku.
“ udah disitu aja “, jawab nya sambil senyum – senyum.
“ ngapain sih pindah “, kata Arie padaku.
“ oo “, jawabku.
Aku terdiam hati kesal tapi apa boleh buat aku duduk dipinggir dan Arie ditengah. Kala ku lihat kebelakang Rahmad mengajakku tuk duduk disampingku tapi apa daya aku hanya wanita yang tak sanggup tuk menerima dua cinta sekaligus.
“ maafkan aku cinta ingin kuraihmu tapi tak sanggup tangan ingin menggapaimu, ingin hati ini berbagi tapi apa daya tak ingin aku sakit karena cinta “, kataku dalam hati.
“ tas gw mana ? “, tanya Arie membuyarkan lamunanku.
“ kan da gw bilangin tas lo buat kenangan gw “, jelasku.
“ trus kenangan buat gw apa ? “, tanya nya.
Aku terdiam aku kembali terdiam dan melihat pemandangan diluar ternyata kota Bandung tuh bagus tapi sayang sebuah kenangan kan kembali membuat ku takut tuk jatuh cinta.
Tak lama aku sudah berada diciamplelas. Aku turun dan berjalan mencari mushola dan aku berjalan bersama teman – temanku dan aku jalan bersampingan dengan Arie teman sekelas ku tertatap aneh apalagi Rahmad yang berseling jalan denganku dan menatapku marah. Lama kuberjalan tak kutemukan Mushola dan aku memasuki toko satu persatu tapi tak ada yang kami beli kami lalu kembali kebis. Arie memanggilku dan dia minta dibelikan tas lalu belikan tas itu karena aku tak enak tasnya hilang saat itu dan aku tak berani jujur padanya. Setelah kembali aku foto – foto dengan anak – anak dan aku foto dengan Paul diparkiran mobil dan aku kenaik mobil dan bertanya pada Pak Kholid.
“ Pak da sholat ? “, tanya ku.
“ udah “, jawabnya singkat.
“ ya mang dimana Musholanya “ , tanyaku.
Tak lama aku dan Adi turun dari bis dan mengikuti Pak Kholid.
“ ni disini“, katanya.
“ ooo “, kataku serentak dengan Adi.
“ wudhunya dimana Pak ? “, tanyaku.
“ itu “, jawabnya sambil menunjuk kearah tempat wudhu wanita.
Dengan cepat ku berwudhu karena takut kehabisan waktu.
Akhirnya selesai juga dan aku kembali ke bis dan aku ngobrol dengan teman – temanku. Aku duduk sembari melihat teman – temanku diluar bis yang asyik bercanda tetapi usai sudah semuanya akhirnya kami semua naik kedalam bis dan pulang ke Jakarta. Belum lama bis jalan ada dua pengamen menaiki bis kami dan menyanyikan lagu Sheila on 7, karena kepala sekolah ingin memberi penguman jadi terhenti.
“ anak – anak bapak minta perhatiannya “, kata kepala sekolah.
“ saya mohon kita semua berdoa agar kita semua lulus dalam ujian “, jelas.
“ amin “, serentak anak – anak berteriak.
“ dan Bapak mohon kalian sering – sering datang kesekolahan untuk mencari informasi “, lanjut nya.
Setelah itu pengamen itu meneruskan lagu yang judulnya manusia biasa yang dinyanyiin Radja.
“ Tri cakep juga ya “, kata Kiki yang dari tadi memperhatikannya.
“ ya lumayan “, jawabku.
“ bang nengok sini dong “, ledek Kiki.
“ Ki ingat ma yang dirumah “, kataku.
“ mata boleh kenama – mana tapi hati tetap satu “, jawabnya.
Tapi siapa sangka pengamen itu mengengok.
“ Ki dia nengok tu “, kataku.
“ manis juga ya “, kata Kiki.
Pengamen itu hanya bisa tersenyum dan ternyata manis juga senyumnya yang mengingatkan ku pada Rahmad. Lagu terakhir lagu Halo – halo Bandung kami serenpak ikut bernyanyi. Dan kami memberikan uang dan ternyata berakhir juga lalu mereka turun berbarengan dengan turunnya hujan di Bandung.
“ Ki Rahmad minta balikan gimana dong tapi Arie kayanya iya “, aku mulai berbicara.
“ ya terserah lo “, jawabnya.
“ Tri sebentar gw mo duduk ma Kiki “, kata Sandra.
Aku pindah dan duduk dengan sahabatku akupun mulai ngatuk dan aku tak bisa tidur karena Arie yang dari tadi mengajakku untuk duduk disampingnya dan aku menolaknya. Tak terasa aku sudah berada di pasar Minggu dan Rahmad turun tanpa pamit padaku dan ku kira dia marah padaku. Akupun terdiam dan aku ingin sekali melihat senyum manisnya tapi mungkin hanya impian yang tak sempurna.
“ Nur Amad marah ma gw “, kataku kepada sahabatku.
“ lagian lo “, jawabnya singkat.
Tak lama aku sudah berada didepan rumah Paul aku turun berlima dan membeli nasi goreng. Aku pulang dengan baju sedikit basah dan aku sampai di rumah katanya ada yang nyariin.
“ Tri ada Ibunya teman kamu telepon, katanya kalo dah sampai suruh telepon kerumah “, kata Ibuku.
“ siapa mananya “, tanyaku.
“ ga tau Mia ga tahu siapa “, jawabnya.
“ Mia mang Ibu lo tahu nomor telepon sini “, tanyaku pada Mia.
“ ga tahu “, jawabnya.
“ ya udah makan dulu “, kataku.
“ ga deh Tri gw langsung pulang aja “, kata Mia.
“ kan ujan Mi “, jawabku.
“ ga pa – pa. masih ada angkot ga ? “, tanya Mia.
“ ga ada paling Cuma ojek “, jawabku.
“ dah besok aja bareng anak – anak “, kataku.
“ ga usah gw ga enak ma bokin gw “, jelasnya.
“ ya udah terserah “, kataku.
Aku anter Mia sampai dia mendapatkan ojek lalu aku pulang.
“ eh kekamar gw yuk “, aku mengajak Nur dan Ria.
Kami berjalan kekamar dan makan. Selesai itu aku sholat dan meminjam hp Bapak.
“ Mia kacau ya “, kata Nur memulai pembicaraan.
“ nanti kalo emak gw yang telepon gimana ? “, kata Ria.
“ ga mungkin nyokap lo pasti dah tahu lo nginep di rumah Astri “, Nur sewot.
“ eh lo telepon aja nih pake hp bokap “, kataku.
“ berapa nomornya ? “, tanyaku.
Ria menyebutkan aku menekan nomor yang di tuju. Ternyata tidak aktif dan lalu aku ingat kalo Rahmad marah padaku. Tak berapa lama aku telepon Rahmad entah siapa yang angkat ku tanya dia belom pulang dan saat ku coba telepon lagi dimatikan.
“ bener Amad marah ma gw “, kataku.
“ mang lo telepon ? “, tanya Nur.
“ iya tadinya dia belom pulang trus yang barusan dimatiin “, jelasku.
“ ya lagian lo “, ledek Ria.
Selesai makan aku dan Nur sholat lalu kami tidur. Tapi aku telepon Arie.
“ hi dah balik? “, tanya yang langsung mengenal suaranya.
“ dah “, jawabnya singkat.
“ kehujanan ya “, tanyaku lagi.
“ ya gitu deh. Eh Mia da disitu ga ? “, tanyanya.
“ ga da pulang naik ojek “, jawabku.
“ tadi dijalan gw ketemu ma Ibunya “, katanya.
“ ga tahu tadi ada yang telepon gw katanya Ibunya Mia tapi dari siapa Ibunya nomor telepon gw “, jelasku.
“ dari gw “, jawabku singkat.
“ ya uda tidur “, kataku menutup pembicaraan.
“ ya uda da da “, katanya.
Aku dan teman – temanku masih bercanda.
“ benerkan Ibunya Mia ga mungkin Ya Ibu lo Ya “, ledek Nur.
“ tapi kalo dicariin gimana ? “, katanya polos.
“ ya ujung – ujungnya rumah Astri “, jawabnya Nur.
Sesaat aku dan nur cerita Ria sudah tertidur lelap. Nur pun mulai menutup mata. Hanya aku yang menerawang jauh, hati ini bingun tuk menentukan satu pilihan.
Andai Bandung membatuku pasti aku tak kan tersesat
Bandung memang membuat hati ini bimbang
Aku ingin cinta yang sesungguhnya bukan hanya buaian semata
Aku ingin terbang bersama cinta sejati
Ooh hujan bantulah aku tuk siapa hati ini
Ooo langit biru tujukan tukku hati yang indah
Aku tak ingin sayapku patah tuk cinta sesaat
Aku lelah tuk merapikan sayanpku
Aku ingin mengepakan sayap yang megah dan indah ini
Hanya tuk mengapai cinta dan cita ku yang sehati
Bandung 23 Juni 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar